Menarik juga melihat antusiasme followers saya yang menanyakan sosok Baichung Bhutia. Bagaimanapun, Bhutia bukanlah pemain yang punya nama besar selevel Shinji Ono atau Junichi Inamoto.

Kendati demikian, Bhutia punya kelekatan sejarah dengan sepak bola Indonesia. Dalam beberapa kesempatan, pemilik caps terbanyak timnas India dengan 103 penampilan itu menjadi cerita di beberapa media Indonesia saat negaranya bertemu tim Merah-Putih.

India's national football team star Baichung Bhutia attends a training session at Al-Wakra stadium in Doha on January 8, 2011, on the second day of the AFC Asian Cup 2011 which runs until January 29 in the Gulf emirate of Qatar. AFP PHOTO/MARWAN NAAMANI (Photo credit should read MARWAN NAAMANI/AFP/Getty Images)

Berikut saya coba gambarkan “kedekatan” Bhutia dengan sepak bola Indonesia. Semua ditulis berdasarkan sejumput ingatan dan data. Silakan koreksi jika memang terjadi kesalahan.

Kesan pertama terjadi di Kuala Lumpur, 4 Maret 1996. Saat itu, Indonesia melakoni laga Kualifikasi Piala Asia 1996 Grup 4.

Setelah pada pertandingan pertama hanya mampu bermain imbang tanpa gol melawan tuan rumah Malaysia, mau tak mau Indonesia harus bisa menang melawan India. Dan, harus dengan skor sangat telak karena Malaysia pun pada laga terakhir diprediksi akan menang besar. Sekadar info, kualifikasi Grup 4 berformat sistem single round-robin. Jadi, antarnegara hanya bertemu satu kali.

India membuat deg-degan pelatih Danurwindo saat itu lantaran membobol gawang Indonesia lebih dulu pada menit ke-11. Untung saja, semenit berselang, Indriyanto Nugroho bisa menyamakan kedudukan.

Kabar baik bagi Indonesia. Tak berapa lama, kiper utama India mengalami cedera. Kiper pengganti pun masuk. Lantaran berbuat pelanggaran tak perlu di luar kotak penalti, kiper kedua India pun dikartu merah.

Lantara tak ada kiper lain di bangku cadangan, jadilah Bhutia menjadi kiper dadakan. Sebuah hal yang mengejutkan mengingat Bhutia sejatinya adalah seorang striker dan berlabel “rising star” lantaran setahun sebelumnya tercatat sebagai pencetak gol termuda bagi negaranya di Piala Nehru.

Dengan postur yang tak terlalu tinggi, 173 cm, Bhutia tentulah tak cakap memainkan peran sebagai kiper. Jadinya, gawangnya mudah dibobol oleh Peri Sandria dkk. Skor akhir, 7-1 untuk kemenangan Indonesia.

Dua hari berselang, India berhadapan dengan Malaysia. Dengan kembali ke skuad “normal”, Harimau Malaya “hanya” menang 5-2 atas India. Jadilah Indonesia lolos ke Piala Asia untuk pertama kalinya.

Bisa dibayangkan jika India tampil komplet tanpa ada cedera kiper utama dan pengusiran kiper kedua. Bisa saja, Indonesia gagal lolos. Dan, kita pun harus menunggu lama untuk melihat timnas melaju ke kejuaraan antarnegara se-Asia itu. Kita pun tak bisa melihat aksi salto Widodo C. Putro yang dinobatkan sebagai gol terbaik kejuaraan tersebut.

Cerita kedua Bhutia terkait dengan sepak bola Indonesia terjadi di ASEAN Club Championship 2003 (kejuaraan ini hanya berlangsung dua kali, 2003 dan 2005. Alasan penghentiannya, tidak begitu paham). Bhutia datang memperkuat Kingfisher East Bengal FC sebagai tim undangan.

East Bengal lolos ke semifinal setelah mengalahkan Persita Tangerang dan menantang Petrokimia Putra. Pada laga tersebut, terjadilah insiden yang membuat gelandang timnas Indonesia, Bima Sakti, harus melupakan sesaat karier sepak bolanya. Ya, pada laga tersebut, pelanggaran Bhutia berbuah pada patah kaki pada Bima Sakti.

East Bengal akhirnya lolos ke partai puncak lewat adu penalti dan menjadi juara. Bhutia pun menjadi top skorer dengan 8 gol, termasuk satu gol ke gawang Petrokimia Putra yang menyamakan kedudukan.

Kisah ketiga, terjadi pada 3 Juni 2004. Pada sebuah laga persahabatan di Gelora Bung Karno, Bhutia terlibat friksi dengan Hendro Kartiko pada menit ke-75. Penyebabnya, kiper timnas itu menilai Bhutia dengan sengaja melakukan kontak fisik hingga dirinya terjatuh. Hendro pun langsung mendatangi Bhutia. Ketegangan pun tercipta sebelum dilerai wasit.

Hasil pertandingan itu sendiri berakhir imbang 1-1. Indonesia lebih dulu unggul melalui sundulan Ponaryo Astaman pada menit ke-31. Tiga menit menjelang laga berakhir, Jo Paul Anchery berhasil menyamakan kedudukan melalui titik putih.

Kembali ke Bhutia, saat ini namanya masih tercatat di skuad India untuk Piala Asia 2011. Dengan usia 34 tahun, pemain berdarah Taiwan itu menjadi kapten tim untuk memimpin rekan-rekannya pada kejuaraan antarnegara Asia yang kembali diikuti India setelah vakum sejak 1984. Dia pun tercatat sebagai top skorer India dengan torehan 42 gol.