Kamis (31/5) bakal menjadi hari yang bakal diingat oleh Frank Lampard. Midfielder Chelsea itu harus melupakan mimpinya tampil berseragam Inggris di Euro 2012 yang mungkin akan menjadi turnamen antarnegara terakhir yang diikutinya. Lampard mengalami cedera paha. Tempatnya di The Three Lions pun harus dihibahkan kepada Jordan Henderson.

Bukan hanya Lampard yang merasa kehilangan. Roy Hodgson juga. Pelatih timnas Inggris itu mengatakan, “Ini kehilangan besar buat tim.”

Benar. Kendati sudah melewati ambang batas usia keemasan, kemampuan Lampard tak bisa diremehkan. Dia sukses membawa Chelsea menjadi juara Piala FA dan Liga Champions pada usia yang hampir menginjak 34 tahun.

Dibandingkan gelandang tengah lainnya, statistik Lampard musim ini bisa dikatakan yang terbaik di Inggris. Bahkan dari sang kapten, Steven Gerrard. Total 16 gol yang dilesakkannya dari 49 laga musim ini.

Cedera Lampard membuat stok gelandang tengah Inggris semakin minim. Sebelumnya, Gareth Barry telah lebih dulu dicoret karena cedera dan tempatnya digantikan oleh Phil Jagielka.

Perasaan yang dialami Hodgson saat mengetahui Lampard harus absen, sama dengan yang dirasakan saya, juga pada hari yang sama. Tanggal terakhir pada Mei 2012 ini, saya kembali harus kehilangan salah satu orang terbaik di DuniaSoccer, Okyy Herman Dilaga.

Mengapa saya katakan sebagai yang terbaik? Karena di DuniaSoccer tak ada reporter yang biasa-biasa saja. Semua adalah terbaik di mata saya, dengan karakteristik serta kelebihan-kekurangan yang dimilikinya. Bukankah memiliki karakter yang beragam akan membuat sebuah tim lebih berwarna? Itulah DuniaSoccer.

Seperti halnya Lampard, Okky adalah sosok gelandang kreatif yang tak kenal lelah. Saking dedikasinya sama pekerjaan, pernah kami berdua menghabiskan waktu liburan dengan begadang di sebuah kafe di luar kota demi memanjakan audiens DuniaSoccer akan kebutuhkan informasi. Padahal, awalnya saya hampir “tidak melihat” dia.

Medio 2010, saya menerima berkas seorang pelamar magang di meja kerja. Katanya keponakan dari salah satu karyawan yang berada satu divisi dengan redaksi saya. Melihat riwayat pendidikannya, saya mengernyitkan mata. “Apa hubungannya anak manajemen magang jadi reporter?” Lamaran itu pun saya anggurkan selama 1-2 bulan, hingga akhirnya sang paman membawa keponakanya ke redaksi.

Bocah yang datang dengan cengengesan itu kemudian memberikan contoh tulisan. Saya langsung terkejut. “Saya membuat keputusan yang salah,” gumam saya. Untuk seseorang yang bukan berlatar belakang jurnalistik, tulisan Okky terbilang bagus. Tak butuh banyak editan dari saya. Kemudian dimulailah perjalanan Okky sebagai freelance di SOCCER dan DuniaSoccer.

Kehadiran Okky membuat saya lega. Dengan armada empat orang – saya, Okky, Irawan Dwi Ismunanto, dan Scherazade “Adek” Mulia Saraswati, kami menjadi tim yang komplet, dan, sekali saya tegaskan, terbaik.

Kemudian tibalah saat yang tidak saya duga. Pada tengah malam, akhir November 2010, Adek bercerita kepada saya dan Irawan. Cewek penggemar balap motor, khususnya Valentino Rossi, itu memutuskan hengkang dari SOCCER.

Sebuah kehilangan yang cukup telak. Adek dengan segala feminismenya, telah memberikan warna pada artike-artikel di SOCCER dan DuniaSoccer. Siapa sangka ada cewek yang berani menuliskan hubungan antara kemampuan sepak bola dan ukuran alat vital laki-laki? Siapa pula yang kepikiran menggabungkan artikel sepak bola dengan deru knalpot di arena balap? Adek-lah orangnya.

Kehidupan harus terus berlanjut. Dengan armada tersisa, kami bertiga merumuskan langkah untuk menjaga kontinuitas dan kualitas berita. Di sinilah determinasi dan dedikasi Irawan dan Okky terlihat.

Ketika anak muda lain menghabiskan malam minggu dengan berkunjung ke pacarnya, Okky dan Irawan tetap bekerja menulis di DuniaSoccer. Sampai-sampai, Okky salah “kamar” dalam melakukan update Twitter.

Tweet “Malam minggu menghabiskan waktu lagi bersama @DuniaSoccer deh. Pantesan aja jomblo” yang seharusnya di-update di akun @oqynawa, malah menggunakan akun DuniaSoccer. Saking serius jualah, Okky dan Adek (yang sesekali membantu melakukan update) pernah terlibat dalam friksi lucu. Dinamika.

Kerja keras mereka pun terbayar. Di Group of Magazine Kompas Gramedia, DuniaSoccer menjadi juara di Social Media Year Award 2011. Perlahan tapi pasti, traffic dan follower DuniaSoccer tumbuh.

Seperti halnya pada akhir 2010, DuniaSoccer kembali harus kehilangan reporter terbaiknya. Okky “terpaksa” saya relakan bergabung dengan saudara tua di Grup Kompas Gramedia atas alasan nonteknis. Sebuah alasan yang kadang membuat geram kala memikirkannya karena secara kinerja, bisa dikatakan Okky pantas mendapatkan exceed expectation. DuniaSoccer pasti sangat kehilangan buat sosok pemilik email dengan nama “Oqnawa Indomie Gak Suka” itu.

Lantas, apa persamaan Okky dengan Lampard? Sama-sama harus melupakan Euro 2012 di tempat yang (mungkin) menjadi favoritnya. GBU.

Redaksi SOCCER dan DuniaSoccer, tempat di mana semua kegembiraan berada.

PS untuk @oqynawa:
Life must go on. Garis kehidupan sudah ada yang mengguratkannya. Pindah dari DuniaSoccer adalah langkah maju buat Okky. Sebuah jalan untuk mengembangkan karier.  Sekaligus, menjadi tantangan karena secara tidak langsung, kita akan “bersaing” secara sehat. DuniaSoccer, bermodal pasukan terbaik yang dimiliki pada sosok Irawan, Johanna Pauline, Redzi Arya Pratama, Yosua Eka Putra, Christian Anju, dan para kontributor di daerah, siap menerima tantangan itu.

Semoga sukses di tempat baru, Q… Rasa bangga saya dan rekan-rekan di SOCCER dan DuniaSoccer, tentu lebih besar daripada rasa kehilangan yang terjadi.