“Dabolsik!’ alias “Dapat bola sikat!” Frasa itu saya ucapkan kala menjadi pembicara di ESPN FC bersama Ganindra Bimo dan RM Panji Suryono di NET TV, Jumat (27/2) tengah malam. Frasa itu merujuk pada gaya permainan Bayer Leverkusen yang menang 1-0 atas Atletico Madrid, sehari sebelumnya.

Bukan tanpa alasan saya menyebut Dabolsik sebagai gaya permainan Leverkusen musim ini di bawah arahan Roger Schmidt. Mantan pelatih Red Bull Salzburg itu memang menuntut para pemainnya untuk bermain cepat, baik kala menguasai ataupun tanpa bola.

Bayern Munchen-nya Josep Guardiola pernah merasakan sakitnya taktik Schmidt. Januari 2014 lalu, Bayern yang terlihat digdaya di bawah Guardiola, dibuat tak berdaya kala bertanding melawan Red Bull. Saat itu, Bayern kalah telak 0-3.

Istilah gegenpressing atau counter pressing yang menjadi populer dalam beberapa tahun terakhir lantaran taktik Jurgen Klopp di Dortmund, ternyata juga dipraktikkan Schmidt. Dia selalu menginstruksikan para pemainnya langsung menekan lawan begitu kehilangan bola. Seluruh 11 pemain di lapangan bahu membahu untuk memburu dan merebut bola kembali.

Setelah bola direbut kembali, Schmidt juga meminta para pemain Leverkusen untuk tidak berlama-lama mengolah atau menggoreng bola. Setiap ada celah, lepaskanlah tembakan! Ini yang saya sebut “Dabolsik” alias dapat bola sikat.

Dengan taktik seperti itu, tak heran, catatan jumlah tembakan Leverkusen musim ini menjadi salah satu yang tersering di Bundesliga 1. Total 380 tembakan telah ditembakkan Son Heung Min dkk. Jumlah itu hanya  kalah dari Bayern (422) dan Borussia Dortmund (401).

Jumlah tembakan yang dilepaskan Leverkusen dalam 23 pekan. (Squawka)

Tapi, lihatlah jumlah tembakan yang dilepaskan para pemain Leverkusen dari luar kotak penalti. Jumlahnya mencapai 180 kali, tertinggi dibandingkan 17 kontestan Bundesliga lain. Selisih tembakan jarak jauh Leverkusen dengan Dortmund memang hanya 21. Namun, tengok pula durasi waktu yang dibutuhkan pemain Leverkusen untuk bisa melepaskan tembakan.

Berdasar analis yang dilakukan Michael Caley, 100 tembakan yang dibukukan Leverkusen di Bundesliga musim ini dilakukan ketika menguasai bola lima detik atau bahkan kurang. Dengan jumlah sebanyak itu, De Werkself pantas disebut sebagai raja untuk urusan mengonversi taktik dari bertahan menjadi menyerang.

Dabolsik alias dapat bola sikat bisa dilihat dari statistik ini. (OPTA)

Pada pertandingan melawan Atletico, kita bisa melihat para pemain Leverkusen kerap melepaskan tembakan meski baru sebentar memegang bola. Terlihat buru-buru dan menjadikan boros peluang memang, tapi itulah gaya “dabolsik” Schmidt.

Proses gol yang dicetak Hasan Calhanoglu juga buah dari gegenpressing ala Schmidt. Hanya butuh 11 detik bagi Calhanoglu untuk menjebol gawang Miguel Moya. Inilah kali pertama bagi Moya memungut bola dari jala gawangnya di Liga Champions.

Dengan gaya permainan cepat itu, Leverkusen di bawah Schmidt menjelma menjadi salah satu tim yang paling atraktif di Bundesliga. Namun, di sisi lain, transisi cepat ala Leverkusen juga kerap meninggalkan lubang di area pertahanan.

Hal tersebut bisa menjadi santapan bagi lawan yang punya barisan gelandang dan penyerang dengan skill individu tinggi.  Tak heran, Leverkusen beberapa kali memainkan drama pertandingan dengan jumlah gol margin tinggi seperti saat kalah 4-5 dari Wolfsburg.

Sebuah konsekuensi dari permainan hiperaktif ala Schmidt. Selain borosnya jumlah tembakan – jika dibandingkan dengan gol yang tercipta – akibat strategi “dabolsik” itu tadi.