Kemarin saya mengikuti pelatihan yang diadakan di kantor. Temanya adalah tentang Motivasi dan teknik Coaching orang. Bukan hasil akhir yang membuatku terkesan. Tapi cara instruktur itu memulai pelatihan. Dia memulainya dengan mengajak semua peserta berdiri kemudian menghadap Sang Merah Putih (Bukan Sang Saka Merah Putih, Pasal 35 UUD 1945) sambil menyanyikan lagu Indonesia Raya.

What an amazing…

Bukan lantaran saya sudah lebih dari 8 tahun tak menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia itu. Tapi, saya merasakan energi positif ketika menyanyikan lagu yang dibuat pada 1928 itu secara bersama-sama, khidmat, dan penuh perasaan. Meski saya belum memberikan jasa besar bagi negeri ini, saat itu saya merasakan hal yang sama dengan apa yang dialami Taufik Hidayat ketika merebut medali emas pada Olimpiade Athena 2004 lalu.

Apakah upacara seperti itu jika dilakukan di rumah akan menghadirkan kegairahan yang sama? Keesokan paginya, saya mencoba mengulangi ritus itu sendiri. Yang menjadi pembeda adalah saya melakukannya dengan diiringi lagu Indonesia Raya yang disiarkan salah satu televisi nasional ketika membuka hari. Hmmm… energi yang sama kurasakan juga. Hal yang membuatku membuka hari dengan semangat.

Saya pun berpikir, apa jadinya apabila seluruh rakyat Indonesia melakukan ritus itu setiap paginya? Mungkin efeknya akan sama dengan yang biasa orang Jepang dilakukan di pagi hari, ketika membungkuk ke arah matahari setiap pukul 7 pagi. Ingat, dengan kebiasaan itu, Jepang kini menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia.

Saya berandai-andai saja. Andaikan kebiasaan menyanyikan Indonesia Raya, bisakah negara ini maju seperti bangsa Jepang? Bisa jadi. Sebab, jika dilihat dari masalah sumber daya, Indonesia jelas lebih kaya dibandingkan Negeri Bunga Seruni itu, baik sumber daya alam pun manusia. Masalah kepintaran pun bisa diadu. Beberapa siswa dari negeri ini sanggup meraih medali emas pada olimpiade ilmu pengetahuan yang notabene diikuti negara-negara besar di seluruh dunia. Soal fisik pun kita jelas lebih hebat dibandingkan negara yang pernah menjajah kita selama 3,5 tahun itu.

Lantas, apa yang membedakan kita dengan Jepang? Mental…. Akibat penjajahan yang lama menimpa negeri ini, mental bangsa kita tetaplah seperti kurcaci. Sikap positif yang ada terkungkung oleh paradigma negatif yang telah ditanamkan ke otak kita sejak bayi. Ketakutan dan kekhawatiran masih menjadi salah satu faktor penimbang kita dalam menetapkan keputusan. Tanpa sadar, terbentuk LOW TRUST SOCIETY di negeri ini.

Apa hubungannya dengan Indonesia Raya? Mungkin tidak akan langsung mengubah dogma dan paradigma yang telah mengakar di masyarakat kita. Tapi, lagu itu setidaknya bisa membangkitkan ghirah alias semangat juang kita dalam menyikapi hidup. Setidaknya sejak kita menyanyikan lagu itu hingga terlelap kembali. Mungkin jika itu dilakukan berkali-kali dan bersifat umum, lambat laun kita bisa menjadi bangsa yang setidaknya lebih maju dari saat ini.

Setidaknya, itulah yang dirasakan saya ketika menyanyikan lagu karangan Wage Rudolf Supratman itu. Sekali-kali, cobalah Anda mencobanya? Tapi, beri tahu dulu orang rumah, rekan satu kost, atau pasangan Anda. Alih-alih ingin membangkitkan energi positif, namun justru dianggap “negatif” :p

Repost from. kangjalu.blogspot.com