“When you want something, all the universe conspires in helping you to achieve it.”
(King Melchizedek. The Alchemist/Paulo Coelho)

Awal musim 2010-11 memunculkan sebuah kisah klasik. Sebuah dongeng yang tentunya bisa meninabobokan para pecinta sepak bola. Kisah yang dibangun oleh para kurcaci yang tak lain adalah tim promosi ke kasta tertinggi di liganya masing-masing. Cerita itu dibuat oleh Blackpool, Hercules, dan Cesena.

Dari Inggris, kiprah Blackpool terbilang mengejutkan. Tampil pertama kali setelah absen 4 dekade di kasta tertinggi tak membuat tim berjuluk The Seasiders itu gamang. Pada laga pembuka, Wigan Athletic dilumat 4 gol tanpa balas. Eloknya, itu dilakukan di kandang The Latics.

Hingga pekan keempat, pasukan Ian Holloway itu masih bertahan di posisi keempat. Kendati tak merefleksikan hasil di akhir musim, posisi tersebut setidaknya menunjukkan dongeng tersendiri telah dibuat klub asal utara Inggris itu.

Cerita lebih fenomenal terjadi di Italia. Cesena yang terakhir kali merasakan pentas tertinggi pada 1991, berhasil memperdaya dua wakil Italia di Liga Champions.

Setelah menahan imbang AS Roma di kandangnya, Cesena lantas membungkan AC Milan dengan keunggulan dua gol di kandang sendiri. Hebatnya, itu terjadi setelah Milan diperkuat Zlatan Ibrahimovic dan Robinho!

Tak kalah mengejutkan adalah Hercules. Wakil asal Alicante itu membuat Stadion Camp Nou hening. Barcelona yang menjadi tuan rumah dipermalukan oleh tamunya yang hanya tampil 20 kali di Divisi Primera. Tak sebanding dengan El Barca yang telah merebut puluhan gelar bergengsi.


Memang, liga baru satu bulan berjalan. Terlalu dini untuk mengatakan tiga klub itu bisa terus mendongeng hingga akhir musim nanti.

Cerita Burnley musim lalu bisa dijadikan contoh. Sempat mengejutkan dengan mengalahkan juara bertahan Manchester United, tapi akhirnya kembali terdegradasi pada pengujung kompetisi.

Kenyataan itu pun diakui oleh Blackpool, Cesena, dan Hercules. Mereka tahu jalan kompetisi masih panjang.

Simak saja ucapan Esteban Vigo, pelatih Hercules. “Menang atas Barcelona memang menggembirakan. Tapi, ini sekadar hasil 3 poin. Liga masih panjang,” kata Vigo.

“Kami masih harus terus memperbaiki diri. Kemenangan atas Milan tak boleh kami lupa berpijak,” kata Emanuele Giaccherini, salah satu pilar Cavallucci Marini atau The Seahorses penjebol gawang Christian Abbiati.

Sikap membumi memang diperlukan oleh ketiga klub itu dalam mengarungi sisa kompetisi. Tapi, bukan berarti mereka tak boleh bermimpi.

“Saya mungkin diberikan tugas yang paling mustahil di dunia ini. Membawa tim ini menghindari degradasi. Tapi, saya siap mencobanya,” kata Holloway, manajer Blackpool.

Kemustahilan jualah yang dihadapi oleh Santiago, tokoh sentral novel The Alchemist karya Paulo Coelho. Bahkan, di pengujung cerita, kemustahilan mimpi Santiago tentang harta karun di bawah piramida Mesir, ditertawakan dan diremehkan oleh para bandit yang yang merampas emas pemberian Sang Alkemis dari dirinya.

Tapi, siapa sangka, justru Santiago-lah yang tertawa paling akhir dibandingkan para bandit itu. Perjalanan ke Mesir hanyalah proses sebelum dia menemukan petunjuk jika harta yang dicarinya itu terletak tak jauh dari tempat dia menghabiskan istirahat siang setiap harinya.

Tekad kuat Santiago tak lepas dari nasihat Raja Melchizedek. Dialah yang membesarkan hati Santiago untuk terus merenda mimpinya. “Ketika kamu sudah punya keinginan kuat guna mendapatkan sesuatu, seluruh alam semesta akan mendukungmu untuk mencapainya,” nasihat dia.

Sikap ditertawakan jualah yang sempat menerpa Blackpool, Cesena, dan Hercules kala kembali ke kasta tertinggi kompetisi di negaranya. The Seasiders dengan stadion berkapasitas mini miliknya, The Seahorses dengan materi pemain yang secara total nilainya masih lebih rendah daripada harga Zlatan Ibrahimovic, atau Hercules yang prestasi tak sesuai dengan namanya.

Tapi, kejutan yang mereka buat pada awal musim tentunya tak bisa diremehkan. Siapa tahu, dengan kekuatan mimpi yang dimiliki, ketiga klub itu bisa tertawa seperti halnya Santiago dalam karya Paulo Coelho.